Virus Flu Babi telah memakan korban jiwa lebih dari 100 orang di
Meksiko. Sementara sekitar 1300 orang lebih masuk rumah sakit. Di
Amerika sendiri meski sempat memicu kepanikan, namun jumlah korban masih
di sekitar 10 orang.
Begitupula di Selandia Baru, sebagian besar baru pada taraf positif terinfeksi virus Flu Burung.
Banyak tulisan menjelaskan mengenai Flu Babi sudah diurai panjang
lebar mengenai fakta, sebab-musabab maupun dampak seputar penyakit yang
sangat mengkhawatirkan tersebut.
Namun, apa yang sebenarnya terjadi di balik penyebaran flu babi ini?
Sebuah buku, karya Jerry D. Gray, kiranya cukup membantu untuk melacak
lebih jauh fenomena Flu Babi dan bahkan Flu Burung, yang sempat menjadi
berita besar beberapa tahun yang lalu.
Dalam paparannya, Gray sempat mengungkap sebuah informasi yang
mengejutkan.Bahwa pada tahun 1738, ketika pihak tentara Amerika sedang
gencar-gencarnya menaklukkan suku asli Amerika Cherokee(Indian), beredar
kabar Amerika melakukan tindakan biadab dengan menjangkiti suku
Cherokee melalui benda-benda yang telah terinfeksi atau infected goods.
Alhasil, suku Cherokee yang sedang menjadi target operasi militer
Amerika untuk dibasmi tersebut, mengalami guncangan pengurangan penduduk
secara besar-besaran. Karena melalui penyebaran benda-benda yang telah
terinfeksi tersebut, banyak warga Cherokee yang terkena penyakit campak.
Sehingga praktis jumlah penduduk Cherokee berkurang hamper setengahnya
dalam kurun waktu hampir setahun.
Melalui berbagai dokumen yang dihimpun Gray, terungkap bahwa salah
satu benda yang telah terinfeksi yang kemudian disebar ke kalangan
penduduk Cherokee adalah yang kemudian dikenal Selimut Campak.
Jadi kalau sekarang warga dunia menhujat Amerika karena telah
menggunakan senjata kuman atau Bilogical Weapon, nampaknya di abad
kei-16 Amerika telah merintis penyebaran Selimut Campak sebagai sebuah
proyek perintis (Pilot Project) penggunaan senjata kuman.
Caranya? Dengan mengirimkan selimut-selimut dan handuk-handuk yang
telah terinfeksi kepada Indian-Indian yang mengepung benteng, sehingga
menimbulkan epidemic di antara mereka. Kalau informasi Gray ini benar,
tak pelak lagi inilah kali pertama Amerika meluncurkan sebuah fase awal
perang biologi. Seperti yang Amerika lakukan di Irak dan Afghanistan.
Mau bukti yang lebih otentik? Gray melalui bukunya yang memikat
tersebut mengutip sebuah dokumen sejarah maha penting. Dalam suratnya
kepada Kolonel Henry Bouqeuet, Komandan Angkatan Bersenjata Inggris,
seorang komandan tempur tentara Amerika bernama Jenderal Amherst
bertanya,”Tidak bisakah diatur suatu cara bagi pengiriman bibit campak
kepada suku-suku Indian yang tidak menyenangkan itu? Dalam hal ini kita
harus menggunakan berbagai strategi untuk dapat mengurangi jumlah
mereka.“
Tentu saja ini membuktikan dengan jelas dan gamblang bahwa penyebaran
berbagai kuman maupun penyakit menular sudah dijadikan modus operandi
yang diandalkan Amerika untuk membasmi musuh-musuhnya secara tidak
berprikemanusiaan.
Apalagi bukti lain semakin memperkuat ketika Jenderal Armherst, dalam
suratnya kepada Kolonel Henry Bouquet tertanggal 16 Juli 1763, telah
mengesahkan perang biologi sebagai kebijakan resmi Amerika dan
karenanya, telah memerintahkan penyebaran selimut-selimut yang telah
terinfeksi penyakit campak untuk memusnahkan para Indian. Dan
menyarankan Kolonel Inggris tersebut, untuk mengusulkan metode-metode
lain yang dapat memusnahkan ras-ras dianggap layak untuk dibasmi seperti
suku Cherokee.
Bukti lain pun tak kalah mengagetkan. Pada 1990, angkatan bersenjata
Amerika mulai bereksperimen dengan berbagai macam senjata biologi,
sebagian diantaranya digunakan terhadap tahanan perang baik warga negara
Amerika maupun asing. Para korban termasuk lima orang tahanan warga
filipina yang tercemar berbagai penyakit, dan 29 tahanan yang secara
sengaja ditularkan penyakit beri-beri.
Singkat cerita, berbagai pengembangan dan percobaan yang intensif
atas senjata kimia dan biologi, telah dilakukan secara rutin di Amerika
Serikat, Inggris, dan Jerman.
Pada tahun 1916 ketika terjadi perang dunia pertama, kekuatan
sekutu,yang berarti dimotori oleh Amerika dan Inggris, menggunakan
kombinasi gas phosgene dan khlor sepanjang 17 mil(273 kilometer) di
depan, yang kemudian menyebar sepanjang 19.3 kilometer di belakang garis
pertahanan Jerman, sehingga membunuh semua orang dan segalanya.
Pada tahun 1920-an dan 1930-anj, Angkatan Bersenjata Amerika
menggunakan gas mustard terhadap laki-laki, perempuan dan anak-anak di
Filipina dan Puerto Rico yang menentang pendudukan Amerika di kedua
negara tersebut.
Lalu bagaimana halnya dengan penyebaran flu burung dan yang flu babi
yang sekarang ramai jadi pemberitaan berbagai media? Lagi-lagi menurut
studi yang disusun Gray, motif Amerika mudah ditebak.
Rejim George W.Bush misalnya, dan tentunya para kroninya seperti
Wakil Presiden Dick Cheney mantan Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld,
ternyata menguasai beberapa perusahaan farmasi.
Setiap tahun pemerintah Amerika menakut-nakuti atau meneror setengah
dari penduduk Amerika dengan adanya wabah flu dan penyakit-penyakit
lainnya. Sehingga warga Amerika dengan ketakutan mereka membeli tumpukan
obat-obatan dan vitamin dari perusahaan-perusahaan yang mana para kroni
Bush duduk sebagai komisaris dan CEO beberapa perusahaan farmasi
tersebut.
Ini memang bermotivasi ekonomi-bisnis. Terbukti ketika Amerika
dilanda kepanikan akibat serangan Anthrax melalui surat-surat berisi
spora anthrax, menyusul terjadinya serangan teroris 11 September 2001,
warga Amerika beramai-ramai mulai memborong obat-obat antibiotik untuk
melindungi diri.
Menurut sebuah data, penjualan antibiotik Cipro produksi Bayer sempat
meningkat drastis hingga 1000 persen. Setiap orangnya membelanjajkan
dananya sebesar U$ 700 per orang untuk persediaan dua bulan.
Bayer, menurut sejarahnya, ternyata punya tali-temali dengan George
H.W Bush, ayah kandung Presiden George W. Bush. Dialah rekanan bisnis
Bayer, investor utama di Carlyle Group, sebuah korporasi yang melibatkan
para petinggi Partai Republik mulai dari Ronald Reagon, HW Bush hingga
Bush junior yang menjadin presiden Amerika antara 2000-2008.
Bayer sebelumnya merupakan sebuah perusahaan Kimia bernama IG Farben,
yang ternyata sebuah perusahaan milik NAZI semasa Jerman di bawah rejim
fasis Adolf Hitler.
Masuk akal jika banyak yang curiga bahwa Bayer secara diam-diam telah
mendukung terjadinya aksi-aksi terorisme berskala besar demi untuk
meraup keuntungan ekonomi dan bisnis.
Sehingga seorang pakar terkemuka Dr Howard Horowitz dengan tanpa ragu
memberi label bagi Bayer dan perusahaan-perusahaan farmasi lain sebagai
”White Collar Terrorists.”
Penyebaran AIDS
Orang biasanya kalau dengar AIDS, adalah penyakit kelamin yang
tertular melalui hubungan seksual dengan sesama jenis, atau hubungan
sexual dengan wanita pekerja sex.
Tapi tahukah anda bahwa pada 1960-an, ilmuwan-ilmuwan di bawah
pengawasan CIA, di divisi Operasi Khusus Fort Detrick, mengembangkan
penyakit-penyakit yang menyerang sistem imum tubuh manusia.
Pada 1969, DR Robert MacMahan dari Departemen Pertahanan Amerika
meminta dan menerima dana $10 juta dari Kongres Amerika untuk
mengembangkan agen biologi buatan yang tidak ada imunitas alami yang
dapat menahannya.
Ternyata, inilah agen biologi yang kelak terkenal dengan adanya
epidemi dunia yang disebut AIDS (Aquired Imune Deficiency Syndrome).
Tujuan dari penelitian ini sangat jelas. Melalui penyebaran virus HIV
ini dapat mengurangi penduduk suatu wilayah besar dengan cara membunuh
ratusan juta orang.
Marilah kita renungkan pernyataan mantan Gubernur Bank Dunia Robert
McNamara. Bahwa untuk menekan laju pertambahan penduduk dunia hanya ada
dua cara. Menurunkan tingkat kelahiran dengan sangat cepat atau tingkat
kematian meningkat. Tidak ada cara lain.
Apakah ini yang mendasari Amerika menciptakan berbagai virus dan
wabah penyakit ke seluruh dunia? Menarik untuk dikaji lebih lanjut.
Yang pasti, saat ini di Afrika terdapat 12 Juta anak yatim yang
terkena AIDS. 50 persen wanita juga mengidap AIDS. Lebih dari 25 juta
orang telah terbunuh karena AIDS sejak 1981.
FLU Babi
Bagaimana dengan Flu Babi. Menarik bahwa seorang ilmuwan Islam
kelahiran India, Sayyid Saeed Akhtar Rizvi, telah mengingatkan warga
Amerika mengenai bahaya dari daging babi. Namun media massa Amerika
tidak menganggap penting peringatan Rizvi.
Padahal menurut Rizvi, satu dari enam orang Amerika mempunyai cacing
dalam ototnya karena mengonsumsi daging babi yang terinfeksi Trichina.
Mengapa Media Amerika tidak perduli?
Mudah saja jawabnya. Pemerintah Amerika yang banyak dipengaruhi oleh
kepentingan berbagai perusahaan farmasi seperti Cipro, ingin warganya
sakit, dan kemudian membeli banyak sekali obat dari perusahaan farmasi
monopoli milik Keluarga Bush dan para kroninya dari Partai Republik.
sumber : eramuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar