Sekarang, aku harus membiarkan diri untuk bernapas tanpa perhatianmu.
Aku mengawali hari, sambil menatap ponselku yang sepi tanpa kabarmu. Aku
mencoba menerima kenyataan ini, sebagai gadis yang bukan siapa-siapamu,
aku tak bisa menuntut banyak. Aku hanya bisa mencintaimu dari sini dan
jika rindu; yang kulakukan hanya satu.... membaca ulang pesan singkat
kita.
Pagi tadi, aku melawan panasnya udara di kotaku untuk mengurus banyak
hal yang tak pernah kautahu. Aku berkeliling dari Polres Bogor sampai
Polres Depok, dari Bank Mandiri hingga Bank BRI. Sambil tetap berharap
kaumenyapaku barang sedetik saja, entah mengucap halo atau mengingatkan
agar tidak telat makan, atau mungkin berkata rindu setelah beberapa hari
kita tak bertemu.
Abaikan itu semua, Sayang, kautahu sejak awal aku adalah wanita yang
tahan banting disakiti berkali-kali jika sudah terlalu mencintai. Namun,
semakin lama, semakin kusadari, mencintaimua dalah ketololan yang
harusnya tak kulanjutkan. Aku harusnya tak perlu seberlebihan ini, tak
perlu berharap terlalu banyak, tak perlu memimpikanmu agar memiliki
perasaan yang sama. Tak perlu, Sayang, lupakan gadis tolol yang masih
umur belasan ini, lupakanlah bahwa kita pernah berada dalam keadaan
baik-baik saja, lupakanlah semua kata cinta dan rindu itu; bualanmu yang
harusnya tak kupercayai dari awal.
Aku terlalu meyakinkan diriku bahwa suatu saat nanti kauadalah sosok
yang akan membahagiakanku. Aku telah memimpikan banyak hal, kauakan
membawakan matahari untukku dan mengusir semua mendung yang menutupi
hariku. Kauakan bawa aku ke langit paling cerah, membawaku terbang;
melihat betapa di kotaku yang padat ini masih ada bunga-bunga yang bisa
membuat kita tersenyum. Kamu akan membawaku pulang ke hatimu dan kita
membuat banyak daftar mimpi baru untuk kita wujudkan bersama, namun aku
salah, Sayang, kamu tidak sehebat itu. Kamu tak cukup hebat untuk
kuperjuangkan mati-matian.
Siang tadi, sepulang mengurus berkas-berkas yang menguras tenagaku, aku
masih menatap ponsel berkali-kali, berharap itu kamu yang mungkin saja
sama rindunya denganku. Sayang, kautahu aku ini gadis yang senang
marah-marah tapi di dalam hati ini ada rindu yang ingin ikut meledak
dalam amarah. Seperti janji-janji kita pada setiap percakapan telepon,
suatu hari nanti, entah kapan Tuhan mau inginkan hal itu terjadi, kita
pasti akan berpeluk secara nyata. Doa yang kusebutkan saat malam itu
pasti menemukan jawabannya dan jawabannya itu adalah kamu. Tapi, aku tak
tahu kapan saat itu datang, aku tak tahu harus bersabar berapa lama
lagi. Aku tak tahu harus menunggumu sampai kapan lagi.
Jemari ini telah lelah mencoba menyentuh hatimu yang dingin. Kaki ini
telah tak sanggup lagi melangkah karena enggan kaubawa lari jauh-jauh
lagi, aku takut di persimpangan jalan sana, kauakan meninggalkanku,
mengejar tujuanmu sendiri tanpa menyertakan aku dalam langkahmu. Adakah
kautahu, Sayang, gadis yang selalu menunggumu pulang ini tak akan
secerewet ini jika sehari saja kaukabari dia, kausapa dia, kauberi
sedikit cium meskipun cium itu masih berbentu emoticon dan tulisan.
Aku sendiri kesepian, aku kehilangan senyumku, senyumku seakan-akan
tergantung pada kehadiranmu. Kaujauh di sana entah sedang menyelamatkan
mimpi siapa, mungkin di sana kaujuga lupa ada yang diam-diam
mendoakanmu, melipat tangannya, menitikan air matanya, saat berkali-kali
namamu tak absen dalam doanya.
Sayang, tolong kembalikan senyumku. Eh, tapi tadi aku sedikit senyum,
deh. Aku tadi sedikit tersenyum karena senyum tukang mie ayam yang waktu
itu kuceritakan padamu itu, lho. Pria yang namanya tak pernah
kuketahui, kios mie ayam yang tak pernah kusinggahi, namun entah
bagaimana pria itu bisa jadi sumber cerita dalam buku Jatuh Cinta
Diam-diam. Aku ingat sekali, ketika aku bercerita tentang ini, kamu
tertawa geli. Mungkin, maksudmu adalah menertawakan kepolosanku,
menertawai betapa aku percaya saja menceritakan semua padamu. Aku serius
banget ini tapi tukang mie ayam itu senyumin aku dan tiba-tiba aku
ingat senyum kamu, aku ingin candaan kita, aku ingin semua; dan
mengingat hal itu justru semakin membuatku perih. Aku kangen kamu, ingin
ketemu kamu, dan kamu belum tentu mengerti semua itu.
Ya, pokoknya singkat kata, kamu pulang, ya. Cepet! Aku kangen kamu, kangen kita, kangen semua. Tolong, jangan pergi lagi.
dari penggemarmu
yang tak tahu diri
tak tahu apa-apa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar