Toleransi antarumat beragama dan bangsa merupakan isu yang penting
bagi kaum muda. Sebagai pembawa perubahan, penting bagi mereka untuk
berpikiran terbuka dan dapat menerima perbedaan.
"Belajar mengenai perbedaan agama dan budaya itu sangat penting bagi semua orang, terutama kaum muda," kata Imam Mohamad Bashar Arafat, seorang ulama Amerika Serikat yang tengah berkunjung ke Jakarta, Kamis 8 Desember 2011.
"Belajar mengenai perbedaan agama dan budaya itu sangat penting bagi semua orang, terutama kaum muda," kata Imam Mohamad Bashar Arafat, seorang ulama Amerika Serikat yang tengah berkunjung ke Jakarta, Kamis 8 Desember 2011.
Untuk mewujudkan misinya, ia mendirikan Civilizations Exchange and
Cooperation Exchange, sebuah badan edukasi yang bekerja sama dengan
program pertukaran pelajar di AS.
Kegiatan yang dilakukan Imam Arafat lewat CECF selalu ramai diikuti peserta pertukaran pelajar dari seluru dunia. Selain membuat mereka lebih mengenal satu sama lain, programnya juga membuat pola pikir mereka yang selama ini salah tentang agama dan budaya lain.
Misalnya, ia mengajak para pelajar mengunjungi rumah-rumah ibadah sebagai bentuk pengenalan agama. "Ini menarik, karena ternyata banyak di antara mereka yang baru pertama kali berkunjung ke masjid atau sinagog, dan takjub karena bagian dalamnya berbeda dari apa yang mereka bayangkan selama ini," ujarnya.
Dalam sesi yang lain, para peserta diminta menjelaskan tentang negara asal masing-masing. Bagi Imam Arafat, ini dapat membuka mata para pelajar tentang keunikan budaya yang dimiliki masing-masing negara.
Hal ini cukup efektif, terbukti dari testimonial dua pesertanya, yaitu Yana dari Kazakstan dan Jenny dari Indonesia.
Jenny mengaku sudah tidak lagi paranoid terhadap AS dan penduduk non
Muslimnya, sedangkan Yana berkata bahwa ia ingin jalan-jalan ke
Palestina setelah mendengar presentasinya dari temannya yang seorang
Muslim Palestina.Kegiatan yang dilakukan Imam Arafat lewat CECF selalu ramai diikuti peserta pertukaran pelajar dari seluru dunia. Selain membuat mereka lebih mengenal satu sama lain, programnya juga membuat pola pikir mereka yang selama ini salah tentang agama dan budaya lain.
Misalnya, ia mengajak para pelajar mengunjungi rumah-rumah ibadah sebagai bentuk pengenalan agama. "Ini menarik, karena ternyata banyak di antara mereka yang baru pertama kali berkunjung ke masjid atau sinagog, dan takjub karena bagian dalamnya berbeda dari apa yang mereka bayangkan selama ini," ujarnya.
Dalam sesi yang lain, para peserta diminta menjelaskan tentang negara asal masing-masing. Bagi Imam Arafat, ini dapat membuka mata para pelajar tentang keunikan budaya yang dimiliki masing-masing negara.
Hal ini cukup efektif, terbukti dari testimonial dua pesertanya, yaitu Yana dari Kazakstan dan Jenny dari Indonesia.
Bagi Imam Arafat sudah sepatutnya kurikulum antaragama diterapkan di AS sebagai negara multikultural. Dengan demikian, rasa saling menghargai dan menghormati bisa tumbuh lebih baik di kalangan anak mudanya.
sumber : vivanews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar